Kamis, Maret 20, 2008

Aa Gym dan Fahri (nya Ayat-ayat Cinta)

Kalau pada saat Aa gym berpoligami tiba-tiba 'penonton' bubar jalan dan 'dunia' mendadak sepi. Maka saat Fahri berpoligami penonton malah berdatangan. Mulai dari ABG sampai ke orangtua penasaran mau ikutan juga. Malah Fahri sepertinya jadi idola, padahal dia juga berpoligami. Apa sih yang membuat berbeda?

Yang pertama jelas lah poligaminya Aa Gym terjadi secara natural di dunia sungguhan. Artinya tidak bisa direka-reka sedemikian rupa untuk tujuan mengaduk-aduk emosi orang lain. Kalaupun ahirnya banyak yang 'teraduk-aduk' itu jelas ga sengaja dan mungkin juga tak disangka-sangka :). Bukan salah skenario lho... Sedangkan poligaminya Fahri semua serba bisa ditata apik demi untuk menarik perhatian dan memancing emosi-emosi tertentu dari penonton.

Kedua, motivasi Aa Gym tidak jelas (setidaknya dimata umum). Yang tertangkap adalah ciri khas lelaki; suka wanita cantik, dan dalam urusan yang satu ini kurang mampu menahan diri. Sedangkan Fahri? waduh.. dia sih keliatannya pada dasarnya ogah kawin lagi :) kalaupun ahirnya itu terjadi alasannya, kesatu, istrinya sangat memaksa (terlepas dari tujuan sang istri sebenarnya). Kedua, kondisi Maria yang kritis membutuhkan 'pertolongan' segera. Ketiga, Fahri menunjukkan perilaku menolak untuk menikahi perempuan lain. Nahh ini dia sebetulnya yang diharap-harapkan perempuan dari lelaki. Menolak poligami bo! karena hal itu mengindikasikan kesetiaan, pemahaman akan perasaan perempuan, dan menunjukkan prinsip tentang sebuah perkawinan.

Tapi walaupun ini hanya sebuah motif yang direkayasa mungkin Aa Gym (atau Aa-Aa lainnya :) tetap bisa belajar dari filmnya Fahri karena cerita itu tentunya dibuat dengan dasar kemampuan berempati pada perasaan perempuan, atau bahkan empati terhadap perasaan masyarakat Indonesia secara umum.

Kalau masih susah ngebayangin bagaimana perasaan perempuan saat itu, nahh film ini juga mengaudiovisualisasikannya dengan bagus dan pas. Walau Aisya sangat mendorong agar Fahri menikahi Maria dan dia kelihatan tegar mendampingi peristiwa demi peristiwa, tapi tak urung saat rasa cinta Fahri mulai hanyut dihadapan Maria yang sedang koma, dengan mengatakan "aku mencintaimu", Aisya tak sanggup lagi menahan gejolak perasaannya sehingga akhirnya memilih keluar dari kamar untuk menangis sejadi-jadinya.

Atau saat mereka sudah berkumpul dalam satu rumah. Ketika suatu pagi Fahri keluar dari kamar Mira ia mendapati Aisya sedang bergegas membawa koper untuk meninggalkan rumah karena katanya dia butuh waktu untuk sendiri. Dan saat Fahri menahan dan memaksa untuk mengantar maka Aisya meyakinkannya bahwa Maria yang sudah mulai sembuh membutuhkan dia untuk menjaganya. Secara tersirat dan tersurat hal itu menunjukkan usaha untuk komit terhadap keputusan, usaha untuk menerima dan memahami keadaan tapi juga rasa getir.

Kewajaran dalam film ini adalah, sekalipun mengemukakan alasan-alasan logis poligami yang bisa dimaklumi khalayak, tapi di saat yang sama dia tidak melupakan bahwa rasa adalah rasa, dia tak pernah kenal alasan sekalipun masuk akal. Dia tetap pada 'pendirian' untuk sakit hati dan tidak sanggup berbagi milik. Dan jalan keluar yang paling pas untuk film yang berlatarkan keiman islaman ini tentunya adalah iman, pemahaman, serta usaha yang luar biasa untuk ikhlas. Dan itulah yang dilakukan oleh Fahri dan Aisya.

Meninggalnya Maria juga menunjukkan kemampuan empati penulis. Kalau saja dia hidup terus bisa jadi akhirnya penonton pun bubar jalan seperti yang terjadi pada Aa Gym... :)

RISN

Senin, Maret 17, 2008

All we need is love



'Photoslide video' pertama nih yang aku buat sendiri.. ;). Gara-gara udah jenuh, bete, mulek sama kerjaan yang tak kunjung selesai malah kunjung ruwet, maka mulai lah aku cari 'gara-gara' untuk menghibur diri itung-itung 'refreshing'. Hasilnya lumayan lah.. rada-rada segar kembali dan kerjaan jadi terbengkalai.. hehe..

RISN